Posted by : Pengajar Mapel IPS Jumat, 15 April 2011


HAKEKAT  PENDIDIKAN  IPS
  1. I. PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupannya, sebagai makhluk sosial baik secara individu maupun kelompok tidak bisa lepas dari interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun lingkungan alamnya. Corak hubungan antara manusia dengan lingkungannya mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan peradaban manusia. Perubahan dan perkembangan ini juga yang membuat manusia dalam kehidupannya dihadapkan pada berbagai persoalan sosial.
Persoalan –persoalan kehidupan manusia dilihat dari sisi sosial kian hari makin banyak, dan semakin komplek. Bahkan akhir-akhir ini dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia, dan semakin terbatasnya sumber-sumber penghidupan manusia, membuat kehidupan manusia semakin komplek, kompetetif, dan menjadi tidak menentu (uncertanty). Tidak hanya keterbatasan manusia secara fisik, karena kepadatan penduduk, tetapi juga persaingan hidup yang secara sosial semakin sulit. Akibatnya, pendekatan keilmuan tertentu tidak mungkin lagi untuk mengatasi persoalan-persoalan kehidupan manusia yang terjadi, baik secara lokal, nasional, maupun global. Persoalan krisis ekonomi, sudah tidak lagi mampu diselesaikan oleh para ahli ekonomi, tetapi dibutuhkan ahli ilmu politik, ilmu hukum, ilmu geografi, ahli sejarah, ahli teknologi, informasi dsb. Demikian halnya krisis politik tidak mungkin lagi diselesaikan oleh para ahli politik, tetapi juga dibutuhkan ahli hukum untuk membantu menyelesaikan sesuai aturan dan perundangan, ahli ekonomi untuk menyelesaikan tentang pemenuhan kebutuhan dan gaji dsb. Sama halnya permasalahan banjir secara geografis, tidak mungkin diselesaikan oleh ahli geografi saja tetapi juga dibutuhkan ahli lainnya seperti ahli ekonomi, ahli sejarah, ahli politik, ahli hukum dsb, duduk bersama memecahkan persoalan yang saling terkait satu sama lainnnya. Untuk membangun generasi muda yang peka terhadap masalah sosial dalam kehidupannya perlu program pendidikan yang tidak hanya membekali sekedar pengetahuan secara keilmuan, tetapi juga pemaknaan dan aplikasinya atas pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupannya sehari-hari.
Pendidikan kita seringkali hanya sebatas transfer ilmu dan tidak membangun karakter anak didik. Siswa tidak diberi kesempatan untuk merefleksikan dan memposisikan dirinya dalam sistem pendidikan yang semata-mata untuk kepentingan dunia kerja. Kegiatan refleksi yang di dalam pendidikan itu sangat penting, kini telah kehilangan tempat, karena pendidikan kita seringkali hanya berupa transfer ilmu…kurikulum berdasarkan kompetensi juga tidak mengarah ke sana (pembentukan karakter) dan masih berbasis disiplin ilmu… (Pikiran Rakyat,  29 Nopember  2002:20).
Sementara itu, untuk membekali pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap, serta kemampuan berfikir kritis dan kreatif dalam rangka mengambil keputusan, dibutuhkan program pendidikan IPS (social studies). Melalui pendidikan IPS di sekolah diharapkan dapat membekali pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannnya serta mampu memecahkan masalah sosial dengan baik, yang pada akhirnya siswa yang belajar IPS dapat terbina menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Program pendidikan IPS (social studies) pada hakekatnya merupakan program pendidikan masalah-masalah sosial di tingkat sekolah, mulai dari tingkat SD sampai dengan tingkat SMA, dan LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) yang mempersiapkan tenaga guru di sekolah.
Pendidikan IPS sebagai salah satu komponen programatik di dalam kurikulum sekolah, sesungguhnya banyak diharapkan untuk mendukung tercapainya tujuan ideal pendidikan. Karena seperti dikemukakan oleh NCSS (1979:x), bahwa tidak ada satupun cabang kurikulum sekolah yang lebih sentral daripada PIPS. Sejarah dan pertumbuhan penting dari PIPS semenjak abad lampau merupakan sebuah catatan yang sangat membanggakan, serta memberikan suatu keyakinan bahwa PIPS hingga kini tetap sangat dibutuhkan bagi anak. Stanley (1985:7) di dalam mengantar buletin NCSS no. 75 berjudul “Review of Research in Social Studies Education 1976-1983”, juga berpandangan bahwa “sungguhpun semua matapelajaran di sekolah bernilai atau berharga bagi anak, akan tetapi tidak ada yang lebih mendasar dan lebih penting daripada pendidikan IPS”.
Pendidikan IPS di sekolah adalah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang mendudukan konsep dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan pertimbangan psikologis, serta kebermaknaannya bagi siswa dalam kehidupannnya mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA, atau membekali dan mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya dalam bidang ilmu sosial di perguruan tinggi.  Pendidikan IPS (social studies) bukanlah suatu program pendidikan disiplin ilmu tetapi adalah suatu kajian tentang masalah-masalah sosial yang dikemas sedemikian rupa dengan mempertimbangkan faktor psikologis perkembangan peserta didik dan  beban waktu kurikuler untuk program pendidikan.
Perlu diketahui bahwa program pendidikan di tingkat sekolah tidak harus merupakan program pendidikan disiplin ilmu (disipliner), tetapi dapat secara interdisiplin, hal ini mengingat pendidikan di tingkat sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk terjun di masyarakat atau melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Untuk itu program pendidikan IPS disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di tingkat sekolah dan hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri yang tidak berdiri sendiri (saling terkait), serta keterbatasan kurikulum/waktu di tingkat sekolah atau disesuaikan kepentingan politik suatu bangsa. Untuk itu program pendidikan di tingkat sekolah tidak dalam bentuk disiplin ilmu atau bidang studi tetapi mata pelajaran, dan pada pendidikan yang lebih tinggi menjadi rumpun jurusan atau program studi. Oleh karena itu, pendidikan IPS di sekolah harus memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan siswa dari tingkat SD s/d SMA yang masih bersifat holistik dan integrated. Di samping itu  bahwa keterbatasan waktu secara kurikuler juga tidak memungkinkan semua disiplin ilmu di ajarkan di tingkat sekolah.
Pendidikan IPS di sekolah diajarkan mulai tingkat SD s/d SMA.Program pembelajaran IPS dilakukan secara terpadu, mulai dari terpadu penuh hingga semi terpadu (interkoneksi), makin tinggi tingkat pendidikannya makin longgar keterpaduannya, hal ini sesuai dengan hakekat perkembangan psikologis manusia dari yang bersifat holistik hingga spesifik. Pendidikan terpadu, yaitu dilakukan dengan mengkaitkan bahan, kompetensi, dan kajiannya baik secara interdisipliner, antar disipliner, maupun mereduksi disiplin ilmu-ilmu sosial sebagai program pendidikan di tingkat sekolah.
Di berbagai negara maju social studies merupakan program pendidikan yang sangat digemari oleh mahasiswa dan murid-murid di sekolah, karena melalui social studies dapat belajar tentang masyarakat dan budaya lain, demokrasi, hak azasi, lokasi, perubahan sosial, transaksi/ perdagangan, transportasi, komunikasi, interaksi, konflik dan berbagai peristiwa  yang terjadi di muka bumi. Di samping itu melalui social studies dapat belajar tentang ethics, value, serta berbagai kemampuan berpikir kritis, kreatif, reflektif dan mampu mengambil keputusan dengan tepat (decission making). Pendidikan IPS bukan hanya mengajarkan pengetahuan sosial secara konsep keilmuan, tetapi juga makna dari konsep konsep ilmu sosial dan kemaslahatan kehidupan manusia serta berbagai kemampuan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannnya, jadi pendidikan IPS lebih menekankan pada pendidikan sesama (horisontal). Oleh karenanya, program pendidikan IPS banyak dikembangkan pada fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP), IKIP, STKIP, LPTK lainnya.
Lain halnya dengan social sciences (ilmu-ilmu sosial) yang lebih menekankan pada program pengembangan pendidikan disiplin ilmu sosial. Program ini banyak dikembangkan di perguruan tinggi yang secara fakultatif mengembangkan keilmuan disipliner tentang ilmu-ilmu sosial, Pesan yang disampaikan melalui social science adalah menjadikan ahli dalam bidang disiplin ilmu sosial, bukan sebagai guru ilmu pengetahuan sosial. Untuk di perguruan tinggi bidang kajian sosial muncul dalam disiplin ilmu –ilmu sosial dan jurusan atau program studi ilmu sosial yang tergabung dalam fakultas seperti FISIP, FH, FE. Pengembangan ilmu-ilmu sosial secara disipliner pada fakultas tersebut merupakan pengembanmgan keilmuan secara mendalam (vertikal), yaitu untuk pengembangan keilmuan itu sendiri,, bukan untuk kepentingan khalayak atau program pendidikan.
II . FILSAFAT PENDIDIKAN  IPS
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, dan lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidup, dan guru sebagai warga masyarakat juga mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan spekulatif, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yang mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Sejarah filsafat Yunani mencatat, bahwa filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang  berkembang dan melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang membedakan di antara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu. Semua pengetahuan pada mulanya merupakan satu kesatuan dan belum terbagi-bagi atau terspesialisasi seperti sekarang. Yang dikenal pada masa itu hanyalah filsafat, yaitu filsafat alam dan filsafat sosial.
Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang objektif (dapat dimengerti secara intersubjektif).
Dari filsafat itulah kemudian orang mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan sesuai dengan spesifikasi dan kelompok pengetahuan, serta kebutuhan manusia pada waktu itu. Filsafat alam melahirkan ilmu-ilmu alamiah, dan filsafat sosial melahirkan ilmu-ilmu sosial, kemudian berkembang berbagai cabang ilmu lain sesuai tingkat perkembangan dan kebutuhan manusia. Jadi filsafat berarti membahas tentang kebijaksanaan dalam memahami alam semesta baik menyangkut alam itu sendiri secara fisik maupun manusia secara sosial.  Oleh karenanya cabang filsafat yang paling umum adalah filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu sosial / humaniora.
Filsafat dilihat dari fungsi kajiannya dapat dibagi dua bagian yakni, filsafat teoritis (mengembangkan teori) dan filsafat praktis (terapan). Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik, termasuk pendidikan
Kajian filsafat yang lebih spesifik membahas tentang masalah alam maupun sosial secara epistemologis merupakan filsafat pengetahuan, yaitu yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ilmu alam memiliki ciri-ciri ke alaman, sedang ilmu sosial memiliki ciri-ciri sosial atau berhubungan dengan kehidupan manusia di muka bumi.
Filsafat alam dan filsafat sosial secara akademik dapat dikategorikan sebagai filsafat ilmu (filsafat yang mengembangkan keilmuan), tetapi bisa juga dikategorikan sebagai filsafat praktis. Ke duanya berfungsi bagi umat manusia dalam kerangka memerangi masalah atau membantu pemecahan masalah kehidupan manusia, baik yang menyangkut masalah fisik alamiah, maupun sosial kemanusiaan (humanities). Dikatakan sebagai naskah akademik karena memenuhi syarat sebagai filsafat ilmu dan filsafat pengetahuan, yaitu di antaranya  memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta memiliki warga atau kelompok  yang berkecimpung bidang tersebut. Pendidikan dikatakan sebagai filsafat praktis karena memang secara praktikal masuk dalam kawasan pendidikan atau pendidikan bidang studi tertentu  sebagai synthesa dari ilmu pendidikan dan bidang studi lainnya. Misalnya, pendidikan IPA maupun IPS di tingkat sekolah juga secara filsafati dapat diterima oleh umum, yaitu memiliki batasan atau pengertian, memiliki tujuan , memiliki manfaat, dan adanya kelompok pakar yang memiliki komitmen dan konsern tentang praktik tersebut. Sehingga secara filsafat praktis juga memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta kelompok masyarakat yang memiliki komitmen yang sama dalam bidang tersebut taitu para guru atau pendidik lainnya termasuk dosen.
Pengetahuan alam maupun pengetahuan sosial selanjutnya mengalami perkembangan masing-masing dan membentuk cabang, ranting ilmu dan pengetahuan sesuai dengan objeknya masing-masing. Ada yang tetap konsisten mengembangkan ilmu pengetahuan murni (pure science), dan ada juga yang mengembangkan terapan suatu pengetahuan (applied science). Di antara filsafat terapan yang berkembang dengan pesat adalah filsafat pendidikan, dan filsafat teknik. Filsafat pendidikan juga mengalami perkembangan sesuai dengan bidang, materi kajiannya. Ada filsafat ilmu pendidikan itu sendiri, dan ada juga filsafat pendidikan bidang tertentu, seperti filsafat pendidikan IPA, filsafat pendidikan Bahasa, filsafat pendidikan IPS, filsafat pendidikan Matematika dsb.
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri
Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan. Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya, filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek :
a)     Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya, hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi), Kenyataan tentang alam atau kosmos (Kosmologi) kenyataan tentang manusia (Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi)
b)  Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi)
c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika)
d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika)
Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu, filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya, ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas social mereka atau pendidikan memperhatikan keterbatasan dalam waktu,tempat,bentuk kegiaatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan.
Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam 4 macam,yaitu:
1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan
2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan material ilmu pendidikan
3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan
4. Aksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan
Filsafat pendidikan yang mengembangkan bidang studi tertentu untuk tujuan pendidikan dikenal dengan syntectic discipline. Seperti pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa, Pendidikan IPA, Pendidikan matematika merupakan syntectic discipline (sintesa) antara ilmu pendidikan dengan ilmu yang lain (bidang studi IPS, IPA, Bahasa, Matematika dsb). Jadi pendidikan IPS ataupun pendidikan bidang studi lainnya yang berada pada rumpun Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP,STKIP, IKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan unsur bidang studi tertentu. Oleh karenanya jurusan, program studi, dan kompetensi lulusan tertentu di LPTK (FKIP, IKIP,STKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan bidang studi tertentu.
Inilah yang membedakan antara filsafat ilmu pengetahuan murni dengan filsafat ilmu terapan pendidikan. Filsafat ilmu pengetahuan murni banyak dikembangkan oleh fakultas ilmu-ilmu murni seperti FISIP, FH, FE, sementara filsafat terapan pendidikan banyak dikembangkan atau dimanfaatkan pada LPTK (FKIP,IKIP,STKIP).
Ilmu pengetahuan murni (pure science) terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri secara abstrak (teori) atau vertikal atau penyempurnaan ilmu itu sendiri, yaitu untuk mempertinggi mutu atau kualitas ilmu itu. Sedangkan ilmu pengetahuan terapan (applied science) atau praktik bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat (kepentingan khalayak secara hirisontal), yaitu membantu masyarakat di dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu juga dapat dibedakan antara ilmu yang teoritis-rasional (misalnya dogmatik hukum), maka cara berfikir yang dominan adalah deduktif dengan mempergunakan silogisme. Cara berfikir deduktif-induktif atau induktif-deduktif banyak digunakan di dalam ilmu-ilmu teorits-empiris, seperti sosiologi. Di dalam ilmu-ilmu yang empiris praktis, seperti pekerjaan sosial, atau kesejahteraan sosial (sosiatri), dan pendidikan IPS lebih banyak digunakan cara berfikir induktif, yaitu berfikir reflektif dari praktek-praktek pengalamannya dalam mengajar atau layanan sosial lainnya.
Kawasan dan lingkup kajian social studies (pendidikan IPS), baik sebagai bidang kajian ilmiah (akademik) maupun sebagai bidang kajian praktik pendidikan berkembang sesuai dengan pemahaman dan latar belakang keahliannya masing-masing. Munculnya dua paham tentang pendidikan IPS ini merupakan suatu hal yang sangat lumrah, karena pemahaman seseorang atau kelompok masyarakat tertentu tentang ilmu dan pengetahuan sangat diwarnai oleh latar belakang dan lingkungan yang membentuk manusia itu sendiri. Kenyataan ini terjadi pada kajian atau ilmu apapun, sebagai contoh suatu ilmu tertentu memiliki batasan dan pengertian yang beraneka ragam antara orang satu atau kelompok masyarakat tertentu dengan lainnya. Persepsi seseorang terhadap suatu ilmu dan pengetahuan tertentu sangat mewarnai paham dan kepentingan mereka terhadap suatu ilmu dan pengetahuan itu sendiri.
  1. a. Pendidikan IPS di tingkat akademik (sebagai kajian akademik)
Sebagaimana telah disinggung pada bagian muka, pembahasan alam semesta, yang secara keilmuan atau pengetahuan secara akademik banyak di bahas di tingkat perguruan tinggi, atau para ilmuwan. Masalah filsafat, juga sangat erat kaitannya dengan apa yang dibicarakan oleh para ilmuwan tentang metode ilmiah dalam rangka mencari kebenaran. Contohnya, Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan. Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua hakikat ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan.
Fungsi filsafat ilmu
  • Alat untuk menelusuri kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
  • Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup.
  • Panduan tentang ajaran moral dan etika.
  • Sumber ilham dan panduan untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.
  • Sarana untuk mempertahankan, mendukung, menyerang atau juga tidak memihak terhadap pandangan filsafat lainnya.
Filsafat pendidikan ilmu penegetahuan sosial (IPS) pada dasarnya tidak berbeda dengan filsafat filsafat ilmu pendidikan lainnya, karena filsafat pendidikan IPS juga merupakan filsafat praktik pendidikan, yaitu praktik tentang pendidikan ilmu-ilmu sosial agar para peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat mengatasinya serta mengambil keputusan yang tepat terhadap masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Suatu ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu jika memenuhi syarat-syarat sebagai ilmu ataupun pengetahuan. Salah satu syarat ilmu pengetahuan adalah adanya identitas atau konsentrasi kajian yang bersifat khas dari kelompok lainnya dan adanya kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian yang sama untuk  mengembangkan bidang-bidang yang menjadi komitmennya. Dufty (1986) mengemukakan karakteristik disiplin ilmu dan biasanya memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
  1. 1. a community of sholars
  2. 2. a body of thinking, speaking, writing by these sholars
  3. a method of approach to knowledge
Gardner (1975), membedakan selain disiplin dalam arti community of scholars perlu ada subtantive structure. Substantive structure merupakan kumpulan gagasan yang saling terkait yang memandu penelitian dalam sebuah disiplin. Jaringan yang saling terkait meliputi teori, hukum, konsep yang digunakan peneliti untuk memecahkan masalah. Sedangkan syuntectical structure terkait dengan metode atau cara pembentukan konsep substansi yang baru.
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai kajian akademik merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan bidang praktik pendidikan. Komitmen kelompok masyarakat yang ingin mengembangkan pengetahuan sosial dan humaniora yang dikemas secara psikologis untuk tujuan pendidikan, melahirkan IPS. Jadi IPS di sini merupakan sinthesa kajian pendidikan dan kajian sosial serta humaniora untuk program pendidikan di tingkat sekolah. IPS bukanlah mengembangkan keilmuan sosial sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli ilmu –ilmu sosial tetapi lebih pada tataran praktik pendidikan ilmu-ilmu sosial baik secara menyeluruh-sederhana-terpadu (holistik-terpadu/ integrated) maupun secara terpisah berhubungan (interdisiplin /crossdiscipline) untuk tujuan pendidikan di tingkat sekolah. Holistik-terpadu tepat untuk tingkat pendidikan SD dan SMP, sementara inter/crossdiscipline lebih tepat untuk tingkat pendidikan SMA.
IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan identitas bidang kajian eklektik yang dinamakan “an integrated system of knowledge”, synthetic discipline, multidimensional, dan kajian konseptual sistemik”merupakan kajian baru yang berbeda dari kajian monodisiplin atau disiplin ilmu tertentu. Pemikiran tentang IPS sebagai kajian akademik (disiplin ilmu) oleh banyak ahli tentang semakin banyak dan kompleksnya permasalahan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta ketidakmenentuan masa depan (sulit diprediksi), sehingga dibutuhkan suatu pendekatan pengetahuan terpadu (integrated approach). Tidak ada suatu disiplin ilmu tertentu dewasa ini yang mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan manusia. Misalnya awalnya masalah krisis ekonomi, dalam mengatasinya tidak bisa diselesaikan melalui pendekatan disiplin ilmu ekonomi saja, tetapi membutuhkan juga pendekatan disiplin ilmu sosial lainnya seperti ilmu hukum, ilmu politik, ilmu geografi dsb.
Gagasan tentang IPS sebagai kajian akademik (disiplin ilmu) pertama kali dilontarkan oleh Nu’man sumantri (Pakar IPS Universitas Pendidikan Indonesia yang pertama di Indonesia). Gagasan tentang pendidikan IPS ini membawa implikasi bahwa IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan pendidikan disiplin ilmu lain, yakni kajian bersifat terpadu (integrated) pemecahan  masalah yang menyeluruh), interdiscipliner (memahami ilmu lain), multidimensional (kompleks), dan bahkan cross discipline (bantuan atau pembanding ilmu lain).
Soemantri (2001) Memberikan definisi IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan disiplin ilmu sosial sebagai berikut:
Pendidikan disiplin ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin yang menyeleksi konsep, generalisasi, dan teori dari struktur disiplin ilmu tertentu dan disiplin ilmu pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk tujuan pendidikan.
Pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan UU Sisdiknas.
  1. b. Pendidikan IPS di tingkat praktik (sebagai mata pelajaran)
Ilmu Pengetahuan Sosial, biasa disingkat IPS, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat. Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, ilmu pengetahuan sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut. Ilmu pengetahuan sosial (IPS) secara umum mempelajari berbagai bidang ilmu seperti:
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai program pendidikan yang memuat konsep, generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang diberikan di tingkat sekolah, Ujudnya bisa dalam bentuk program mata pelajaran tersendiri atau dalam bentuk program kelembagaan atau rumpun bidang kajian ilmu-ilmu sosial, yaitu dalam bentuk fakultas,  jurusan atau program studi. Sebagai mata pelajaran karena merupakan bentuk penyederhanaan konsep sosial untuk tingkat pendidikan dasar. Sementara itu, dalam bentuk jurusan atau program sebagai wadah atau rumpun pendidikan ilmu-ilmu sosial yang biasanya untuk tingkat yang lebih tinggi (SMA dan LPTK). Hal ini dimaksudkan agar pemahaman tentang masalah sosial tetap dalam koridor pengetahuan sosial yang saling menunjang dan memiliki sinergisitas yang baik dalam membentuk pengetahuan sosial. Sehingga, untuk siswa pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah dan tingkat LPTK  di dalam memahami IPS sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengalaman peserta didik. Mulai dari pendidikan dasar yang memuat pengetahuan sosial yang sederhana tapi menyeluruh (simple dan holistic) hingga tingkat pendidikan menengah dan LPTK yang memuat pengetahuan sosial yang semakin spesifik, mendalam dan luas.
  1. HAKEKAT PENDIDIKAN IPS
  1. a. IPS Sebagai transmisi Kewarganegaraan (Social studies as citizenship transmission)
IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa sudah ada sejak adanya manusia itu sendiri, model ini berkembang hing tahun 1960 an. Dalam berbagai literatur program pendidikan citizenship transmission dilakukan dengan memberikan contoh-contoh dan pemakaian cerita yang disusun untuk mengajarkan kebijakan, cita-cita luhur suatu bangsa, dan nilai-nilai kebudayaan. Program pendidikan yang seperti ini banyak dilakukan dalam pembelajaran IPS yang membahas kompetensi sejarah, dan pendidikan kewarganegaraan. Misalnya ceritera tentang perjuangan pahlawan (heroisme) dan contoh-contoh moral untuk membangkitkan inspirasi pemuda untuk menilai dan mencapai cita-cita tinggi yang diwariskan.  Agar program pendidikan transmisi dari yang tua ke yang muda berhasil (tidak menyimpang dari aslinya), maka pemindahan kebudayaan dilembagakan, misalnya melalui program pendidikan formal. Inilah yang akhir-akhir ini di Indonesia menjadi dasar perlunya PKn dan sejarah sebagai mata pelajaran terpisah dari IPS, karena untuk memudahkan dalam program citizenship transmission. Program pendidikan citizenship transmission sering juga di asosiasikan sebagai pendidikan nilai-nilai idealistik dan manusia, sehingga cara ini sering dianggap sebagai indoktrinasi dan propaganda. Misalnya, George washington tidak pernah berdusta, Lincoln sifatnya sangat jujur, Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta Proklamator Indonesia, Soeharto bapak pembangunan masa orde baru dsb.
Tujuan yang hendak dicapai dari citizenship transmission adalah sbb:
  1. pengembangan pengertian patrotisme
  2. penembangan penegrtian dasar dan apresiasi terhadap nilai-nilai bangsa, lembaga dan praktek-praktek.
  3. memberi inspirasi pada integrasi pribadi dan tanggungjawab warga negara
  4. membentuk pengertian dan apresiasi terhadap nenek moyang bangsa.
  5. mendorong partisipasi demokrasi aktif
  6. membantu murid-murid mendapatkan kesadaran akan problema-problema sosial.
  7. pengemangan dan mempertontonkan  cita-cita yang diinginkan, sikap-sikap, dan keterampilan bertingkah laku yang sangat diperlukan dalam hubungan baik pribadi-pribadi dengan yang lain. Tekanan diletakkan pada tingkah laku kebiasaan yang diinginkan, tidak hanya apresiasi pekerjaan tentang apa yang benar
  8. untuk mengerti dan memahami sistem ekonomi yang bebas.
Tema-tema yang dapat digunakan sebagai tujuan instruksional atau kompetensi yang dapat dikembangkan dalam pendidikan IPS sebagai citizenship transmission adalah sbb:
  1. penggunaan secara pandai terhadap sumber-sumber alam
  2. pengakuan dan pengertian tentang ketergantungan dunia
  3. pengakuan terhadap kehormatan dan hak-hak perorangan/ pribadi
  4. menggunakan penelitian untuk memperbaiki kehidupan manusia
  5. Memberikan arti penting terhadap paham demokrasi melalui pemakaian yang tepat terhadap fasilitas pendidikan umum.
  6. Menambah keefektifan keluarga sebagai lembaga sosial yang pokok.
  7. Pengembangan yang efektif pada nilai-nilai moral dan spiritual
  8. Pembagian kekuasaan yang tepat dan bertanggungjawab agar supaya dapat mencapai keadilan
  9. Pemanfaatan yang tepat pada sumber-sumber yang langka untuk mencapai hasil yang sangat banyak (the widest general of well being)
10. Pencapaian garis batas kesetiaan yang memadai
11. Kerjasama dalam kepentingan perdamaian dan kesejahteraan
12. Tercapainya keseimbangan antara stabilitas sosial dan perubahan sosial
13. Penyebaran dan pendalaman kemungkinan untuk hidup lebih kaya.
Tujuan tujuan instruksional citizenship transmission tentang warga negara yang baik telah diasumsikan bahwa bahan penting dalam menyiapkan warga negara yang baik adalah pengetahuan dan apresiasi terhadap nenek moyangnya. Seperti tentang sejarah yang paling penting, disusun secara kronologis dan yang sudah disyahkan oleh pemerintah. Inilah yang kadang menjadi perlunya pemikiran baru, kenapa justru cerita sejarah masa lalu dianggap lebih penting, padahal mereka hidup di masa sekarang dan yang akan datang.
Ada beberapa metode pendidikan IPS sebagai program citizenship transmission yaitu:
  1. Direct transmission, yaitu melalui transmisi langsung atau pembelajaran langsung kontak antara sumber informasi dengan penerima informasi, atau melalui kuliah langsung.
  2. Indirect transmission, yaitu transmisi tidak langsung, misalnya dengan menggunakan alat bantu atau media.
  3. Inquiry oriented transmission, yaitu kecakapan untuk menyelidiki dan mengadakan riset.
  1. b. IPS Sebagai Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial (social studies as social sciences)
Inilah alasan yang sangat kuat terhadap perlunya pendidikan IPS sebagai program pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah karena mengajarkan ilmu-ilmu sosial secara terpisah-pisah memberatkan siswa sekolah secara kurikuler. Program pembelajaran secara disipliner (terpisah) hanya akan menambah beban siswa sekolah (SD_SMA) dalam belajar. Karena tingkat perkembangan psikologi anak usia sekolah belum sepenuhnya spesifik atau menjurus, tetapi masih holistik, sehingga pendekatan belajar pengetahuan sosial sebaiknya terpadu, makin dewasa makin spesifik. Oleh karenanya hingga kini masih sering terjadi konflik dan pertentangan antara kelompok ahli ilmu sosial dalam menyusun materi ilmu sosial sebagai  program pendidikan IPS. Akan tetapi dalam IPS sebagai program pendidikan ilmu-ilmu sosial telah terjadi kesepakatan secara aklamasi, yaitu bahwa murid-murid sekolah umum harus mempelajari struktur dan proses-proses inquiry dari disiplin ilmiah itu (Barr and Barth, 2003). Para ahli ilmu sosial juga menghendaki agar para pemuda melihat dunia ini melalui kacamata seorang ahli ilmu sosial, agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang biasa diajukan oleh para ahli ilmu sosial. Para ahli ilmu sosial percaya bahwa kalau seorang murid memperoleh kebiasaan berfikir dan pola pikir yang berkaitan dengan disiplin ilmu sosial tertentu, dia akan menjadi peka, membuat keputusan yang lebih baik dan akhirnya memahami susunan dan proses-proses yang terjadi di masyarakat. Profesor Laurent Senesh, mengemukakan bahwa fungsi utama dari perkembangan cara berfikir analitis ialah dengan membantu pemuda memahami struktur dari akhir tujuan ilmu sosial education adalah mengembangkan kemampuan untuk bisa memecahkan problema secara sendiri.
Namun lagi-lagi, bahwa pendidikan suatu ilmu pengetahuan bukanlah hanya bagaimana mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga harus mengajarkan tentang makna dan nilai-nilai atas ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan kehidupannya ke arah lebih baik. Inilah di antaranya yang membedakan antara pendidikan disiplin ilmu sosial tertentu dengan pendidikan IPS (social studies). Pendidikan IPS merupakan kemasan pengetahuan sosial yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk kepentingan pendidikan. Jadi tidak seperti pendidikan disiplin ilmu sosial, yang lebih mengutamakan pada bagaimana mengajarkan ilmu pengetahuan agar menjadi milik peserta didik, hampir dikatakan tidak ada pesan edukatifnya (pedagogiknya).
  1. c. IPS Sebagai Pendidikan Reflektif (social studies as reflective inquiry)
Pendidikan reflektif bukan sekedar mengajarkan disiplin ilmu pengetahuan dan  pemindahan nilai secara akumulatif, tetapi seperti di kemukakan oleh John Dewey bahwa, kurikulum sekolah harus berpegang kepada kebutuhan kebutuhan dan minat murid sekolah, tidak perlu berusaha untuk memindahkan segudang pengetahuan yang tidak perlu dan tidak relevan, mereka harus menjadi penolong murid untuk hidup lebih efektif dalam kemelut jamannya. Oleh karenanya sebagaimana rekomendasi dewan nasional (NCSS)bahwa, murid-murid diarahkan agar menjadi warga negara yang efektif, tidak hanya dengan menghafalkan isi materi pelajaran saja, tetapi dengan mempraktekan decission makin (pengambilan keputusan) dalam kehidupannya se hari-hari. Dewan melihat bahan pengajaran bukan sebagai tujuan akhir semata, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan sebagai warga negara. Kewarganegaraan efektif tidak di batasi sebagai kepatuhan atau teguh pada norma-norma tertentu saja, tetapi dilihat sebagai perkembangan dari judgement kecakapan untuk membuat keputusan rasional. Pendidikan tidak hanya mempersiapka kehidupan dewasa, pengalaman-pengalaman edukatif sekarang ini sangatlah penting. Cara terbaik untuk melatih dan mempersiapkan sikap kewarganegaraan untuk masa mendatang adalah dengan membekali kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan citizenship pada waktu kini. Oleh karena itu, pendidikan IPS harus mengajarkan kejadian-kejadian mutakhir dan decission making serta pengalaman masa lalu. Dengan demikian pendidikan IPS diharapkan dapat mengembangkan konsep revolusioner tentang studi-studi sosial, Sebagai contoh:
  1. Pendidikan IPS harus secara fungsional berhubungan dengan kebutuhan dan minat dari yang ada sekarang, seperti masalah demokrasi, HAM, keadilan, krisis, konflik, kesejahteraan, kelangkaan, pengelolaan, wabah, bencana, globalisasi dsb.
  2. Isi studi sosial (IPS) harus diatur mengenai topik dan permasalahan permasalahan yang disajikan, sebaiknya juga subjek yang disajikan ling berhubungan dan dikombinasikan (terpadu) untuk penyelidikan kontemporer, sehingga dapat tercapai citizenship yang efektif.
  3. Metode pembelajaran IPS jangan drill, expositry, penyingkatan, pengulasan tetapi problem solving yang terkait dengan kehidupannya.
  4. Maslah yang dipelajari haris merupakan seleksi dari beberapa sumber dan pengetahuan, serta sesuai kebutuhan murid dan masyarakat umunya.
  1. IPS Sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism)
Pendidikan IPS sebagai media pengembangan kritisisme murid agak jarang dilakukan oleh guru, di samping karena takut salah dan kena sanksi, juga relatif sulit. Pendidikan model ini lebih pada pendidikan kontroversial issue dan pendidikan yang mengutamakan pengembangan kemampuan pengetahuan dan memupuk keberanian mengemukakan pendapat atau argumen. Untuk ini pendidikan IPS harus dapat mengembangkan kemampun berfirir kritis (Critical thinking) dengan berbagai metode pemecahan masalah (problem solving).
  1. IPS Sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal development of the individual)
Pengembangan pribadi seseorang melalui pendidikan IPS tidak langsung tampak hasilnya, tetapi setidaknya melalui pendidikan IPS akan membekali kemampuan seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai ketrampilan sosial dalam kehidupannya (social life skill). Pendidikan IPS di sini harus membekali siswa tentang pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai, sehingga semua itu dapat membentuk citra disi siswa menjadi manusia manusia yang memiliki jati diri yang mampu hidup di tengah masyarakat dengan damai, dan dapat menjadikan contoh teladan serta memberikan kelebihannnya pada orang lain.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

Jembatan BARITO

Jembatan BARITO

Jembatan Rumpiyang

Jembatan Rumpiyang

Labels


Blogger templates

Recent Comments

Blogger templates


[\audio http://live.radiorodja.com/;stream.nsv |width=250|bg=0xCDDFF3|leftbg=0x357DCE|lefticon=0xF2F2F2|rightbg=0xF06A51|rightbghover=0xAF2910|righticon=0xF2F2F2|righticonhover=0xFFFFFF|text=0x357DCE|slider=0x357DCE|track=0xFFFFFF|border=0xFFFFFF|loader=0xAF2910|titles=Menebar Cahaya Sunnah|artists=Radio Rodja 756 AM|animation=no]


Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

- Copyright © Welcome di SMPN 2 Anjir Pasar -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -